Penggunaan Alat Kontrasepsi? Yuk kita lihat dari sudut pandang Psikologi
Kesehatan!
Penulis : Thalia
Soeriakarta Legawa (6016210100)
Sebelum kita membahas lebih dalam, kalian tau ngga
sih sex behavior itu apa?
Kalian tau kan sex behavior
itu apa? Kesimpulan yang di dapat dari beberapa ahli, sex behavior tidak lagi
digambarkan sebagai biologis berarti tujuan (reproduksi) tetapi sebagai
kegiatan itu sendiri. Diskusi tentang bagaimana 'seks yang baik', orgasme dan
kesenangan seksual menekankan seks sebagai tindakan, namun, bahkan sebagai
aktivitas seks tetap dominan biologis. Kinsey menganggap seks sebagai dorongan
yang alami dan sehat, Masters dan Johnson mengembangkan cara untuk mengukur dan
meningkatkan pengalaman seksual dengan memeriksa perubahan fisiologis dan Hite
menjelaskan kesenangan dengan deskripsi stimulasi fisik.
Sex behavior ini tidak hanya terjadi di kalangan hubungan
suami-istri saja, tetapi sudah merambat ke dewasa awal yang tanpa pernikahan
bahkan remaja. Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian
Kesehatan, (Kemenkes) pada Oktober 2013. Grafik tersebut memaparkan bahwa
sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah
. 20% dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga
berasal dari kelompok usia remaja dan 21% diantaranya pernah
melakukan aborsi.Lalu pada kasus terinfeksi HIV dalam rentang 3 bulan sebanyak
10.203 kasus, 30% penderitanya berusia remaja.
Adanya dampak dari
perilaku seks yang tidak baik dan tidak sesuai menimbulkan penyakit yang diakibatkan
oleh aktivitas seks. Penyakit yang timbul tidak hanya HIV atau AIDS tetapi
banyaknya hamil diluar nikah itu juga bagian dari dampak aktivitas seksual juga
loh.
Seks behavior dalam
psikologi kesehatan, tidak hanya membahas mengenai hubungan antar personal
individu saja, tetapi membahas penggunaan alat kontrasepsi atau kondom,
orientasi seksual, dll yang berhubungan dengan kesehatan fisik maupun psikis individual.
Tapi,
disini kita mau liat, sejauh mana alat kontrasepsi ini berhubungan dengan
psikologi kesehatan atau ilmu psikologi lainnya.
Kalian tau ngga sih? Alat
Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mencegah
pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia
yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk
mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraaan
keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga
Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran.
Eits, tapi disini, kita
bukan bahas mengenai aktivitas seksualnya yang lebih mendalam, tetapi kita mau
bahas dampak penggunaan alat kontrasepsi ini dalam ranah psikologi kesehatan.
Emang nyambung ya? Alat kontrasepsi kan salah satu alat yang diciptakan untuk
mengindari pembuahan , dan psikologi kan lebih ke jiwa, emang nyambung??
Konsep Psikologi
Kesehatan
Nah, mungkin kalian
udah ada gambaran umum mengenai aktivitas seks secara biologis. Apasih hubungannya
dengan psikologi?
Jadi teman-teman, dalam
ranah psikologi kesehatan ini lebih kepada masalah interaksi. Maksudnya disini seks
secara intrinsik merupakan interaksi di antara keduanya individu, dan pasti
kita tau bahwa bidang psikologi mempelajari secara individu itu sendiri. Selain
itu, penekanan baru-baru ini pada seks sebagai risiko terhadap kesehatan dan
upaya yang dilakukan untuk menguji kompetensi individu dalam melindungi diri
dari bahaya, mungkin telah menghasilkan model perilaku individualistis.
Dengan adanya dampak
aktivitas seks seperti AIDS,HIV bahkan hamil diluar nikah membuat psikolog
lebih menyoroti bagaimana hubungan atau interaksi individu dalam konteks
hubungan (mis. interaksi antara individu) dan konteks sosial yang lebih luas (mis.
makna sosial, norma sosial) ke individu (mis. keyakinan dan pengetahuan
mereka).
Belum ada kesiapan
untuk mengandung juga adalah salah satu dampak dari aktivitas seks sendiri. Kebanyakan
orang yang melakukan aktivitas seks dan mengindari pembuahan terpaksa
menggunakan alat kontrasepsi untuk tidak menimbulkan pembuahan. Dibalik itu,
penggunakan alat kontrasepsi juga banyak yang tidak tau bagaimana dampaknya
jika menggunakan dengan tidak tepat atau salah terhadap kesehatan.
Siapa sih biasanya yang
menggunakan alat kontrasepsi akhir-akhir ini selain pasangan yang sudah
menikah?
Ternyata Survei
Nasional Sikap dan Gaya Hidup Seksual (Wellings et al. 1994) meneliti seks perilaku
hampir 20.000 pria dan wanita di seluruh Inggris. Ini menghasilkan banyak data tentang
faktor-faktor seperti usia hubungan seksual pertama, homoseksualitas, sikap
terhadap perilaku seksual dan penggunaan kontrasepsi. Hasilnya menunjukkan bahwa seseorang yang lebih
muda adalah ketika mereka pertama berhubungan seks (baik pria atau wanita),
semakin kecil kemungkinan mereka menggunakan kontrasepsi.
Menurut Lindmann
Three-Stage Theory (Lindemann (1977)) menunjukkan bahwa kemungkinan seseorang
menggunakan kontrasepsi meningkat ketika mereka berkembang melalui tiga tahap:
- Tahap alami: pada tahap ini hubungan
seksual relatif tidak terencana, dan individu tidak menganggap diri mereka
sebagai seksual. Karena itu penggunaan kontrasepsi tidak mungkin.
- Resep resep teman: pada tahap ini
individu mencari saran kontrasepsi dari teman, hubungan seksual lebih sering
dan kebanyakan kontrasepsi kurang efektif metode.
- Tahap ahli: pada tahap ini, individu telah memasukkan seksualitas menjadi konsep diri mereka dan akan mencari saran profesional dan merencanakan penggunaan kontrasepsi
Tidak hanya faktor
perkembangan saja, tetapi ada beberapa faktor yang mengakibatkan orang lebih
sering menggunakan alat kontrasepsi. Seperti :
- ·
Usia: bukti menunjukkan bahwa penggunaan
kontrasepsi wanita muda meningkat seiring bertambahnya usia (mis. Herold 1981).
- ·
Jenis Kelamin: wanita tampaknya lebih
cenderung menggunakan kontrasepsi daripada pria (mis. Whitley dan Schofield
1986).
- ·
Etnisitas: beberapa bukti menunjukkan
bahwa orang kulit putih lebih cenderung menggunakan kontrasepsi daripada kulit
hitam (mis. Whitley dan Schofield 1986).
- ·
Status sosial-ekonomi: ada bukti yang
saling bertentangan mengenai hubungan di antaranya status sosial-ekonomi (SES)
dan penggunaan kontrasepsi dengan beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan
(mis. Hornick et al. 1979) dan lainnya yang menunjukkan tidak ada hubungan
(mis. Herold 1981).
- ·
Pendidikan: bukti menunjukkan bahwa
kinerja sekolah lebih tinggi dan pendidikan lebih tinggi aspirasi dapat
dikaitkan dengan penggunaan kontrasepsi (mis. Herold dan Samson 1980;
Furstenburg et al. 1983).
Disisilain, pengambilan
keputusan ini menganggap penggunaan kontrasepsi sebagai hasil dari analisis variabel
yang relevan. Namun, mereka bervariasi sejauh mana mereka berusaha untuk
menempatkan keadaan kognitif individu dalam konteks yang lebih luas, baik dari
hubungan maupun dunia sosial.
Sheeran et al. (1991)
berpendapat bahwa variabel yang berbeda ini berinteraksi untuk memprediksi
penggunaan kontrasepsi. Mereka memasukkan faktor interpersonal dan situasional
sebagai sarana untuk menempatkan kognisi individu dalam konteks hubungan dan
dunia sosial yang lebih luas. Variabel-variabel ini dapat diterapkan secara
individual atau alternatif dimasukkan ke dalam model. Secara khusus, model
kognisi sosial menekankan kognisi tentang dunia sosial individu, khususnya
mereka keyakinan normatif.
Jadi, dalam psikologi
kesehatan meyoroti beberapa kesimpulan mengenai hubungan penggunaan alat
konstrasepsi ataupun aktivitas seksual yang masih berkesinambungan dengan psikologi
kesehatan, yaitu:
1)
Metodologi
sebagai akses informasi, itu tidak mempengaruhi adanya
hasil dari perilaku seks yang ada Individu
dapat dipelajari secara terpisah dari konteks sosial mereka. Ada psikolog
sosial mempelajari proses seperti konformitas, dinamika kelompok, kepatuhan
pada otoritas dan difusi tanggung jawab, yang semuanya menunjukkan bahwa
individu berperilaku berbeda ketika mereka sendiri daripada ketika di hadapan
orang lain dan juga menunjukkan sejauh mana dimana perilaku seseorang ditentukan
oleh konteksnya. Namun, banyak penelitian psikologis terus memeriksa perilaku
dan kepercayaan di luar konteks.
2)
Teori
berasal dari data. Teori bukanlah data itu sendiri. Ini
diasumsikan bahwa pada akhirnya kita akan mengembangkan cara terbaik untuk
belajar seks, yang akan memungkinkan kita untuk memahami dan memprediksi
perilaku seksual. Namun, mungkin pendekatannya berbeda dengan seks dapat
memberi tahu kita sesuatu tentang cara kita melihat individu. Misalnya,
berusaha menggabungkan interaksi antara individu ke dalam pemahaman tentang
seks mungkin cara yang lebih baik untuk memahami seks, dan mungkin juga
menunjukkan bahwa kita sekarang melihat individu sebagai interaktif. Selain
itu, memeriksa konteks sosial juga dapat menyarankan hal itu model individu
kita berubah dan kita melihat individu sebagai produk sosial.
KASUS
Z adalah dewasa
awal berjenis kelamin laki-laki yang berusia 22 tahun. Z mempunyai kekasih 2
tahunl lebih muda dari Z. Z mengakui bahwa hubungannya dengan kekasih tidak
hanya sebatas interaksi antar individu saja, tetapi sudah melakukan aktivitas
seksual. Biasanya Z menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi, tetapi karena
sudah terlalu sering, Z memutuskan untuk menyuruh pacarnya untuk melakukan KB
agar tidak terjadi pembuahan secara cepat.
Dalam hubungan
ini, Z mengakui bahwa kekasih perempuannya saja yang menggunakan alat kontrasepsi.
Karena Z berpikir bahwa lingkungan sosialnya *teman sebaya* tidak menggunakan
alat kontrasepsi dan biasanya memang perempuan saja yang memakai alat
kontrasepsi.
Hal ini menjadi
bukti bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi
dibandingkan laki-laki.
Kesimpulan
Penggunaan alat
kontrasepsi tidak hanya sebatas pencegahan untuk mencegah pembuahan, tetapi kita harus mengetahui dampak
yang terjadi.
Disisi lain,
tenyata perkembangan individu mempengaruhi alasan mengapa individu harus
menggunakan alat kontrasepsi. Tidak hanya perkembangannya saja, tetapi faktor
lingkungan dan budaya mempengaruhi invidu menggunakan alat kontrasepsi.
Dalam psikologi
kesehatan ini lebih melihat sebab mengapa individu menggunakan alat kontrasepsi
dan faktor apa yang mempengaruhi individu untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Semoga dengan
artikel ini dapat menambah wawasan teman-teman mengenai alat kontrasepsi yang
ternyata berhubungan denga psikologi yaa.. Terimakasiih sudah membaca.
Lanjutkan dan
sebar luaskan ya ilmunya J
Daftar Pustaka
- · Jane Ogden, “Healthy Psychology a text book, fourth edition”, 2007, USA.
- Kompas.com. Penelitian mengenai persentase penggunaan alat kontrasepsi “https://lifestyle.kompas.com/read/2011/09/26/1510358/60.Persen.Penduduk.Pakai.Kontrasepsi”.
- · Wikipedia.com.
Pengertian Alat Kontrasepsi