Selasa, 16 Juli 2019

Penggunaan Alat Kontrasepsi? Yuk kita lihat dari sudut pandang Psikologi Kesehatan!

Penggunaan Alat Kontrasepsi? Yuk kita lihat dari sudut pandang Psikologi Kesehatan!

Penulis : Thalia Soeriakarta Legawa (6016210100)


Sebelum kita membahas lebih dalam, kalian tau ngga sih sex behavior  itu apa?

Kalian tau kan sex behavior itu apa? Kesimpulan yang di dapat dari beberapa ahli, sex behavior tidak lagi digambarkan sebagai biologis berarti tujuan (reproduksi) tetapi sebagai kegiatan itu sendiri. Diskusi tentang bagaimana 'seks yang baik', orgasme dan kesenangan seksual menekankan seks sebagai tindakan, namun, bahkan sebagai aktivitas seks tetap dominan biologis. Kinsey menganggap seks sebagai dorongan yang alami dan sehat, Masters dan Johnson mengembangkan cara untuk mengukur dan meningkatkan pengalaman seksual dengan memeriksa perubahan fisiologis dan Hite menjelaskan kesenangan dengan deskripsi stimulasi fisik.

Sex behavior  ini tidak hanya terjadi di kalangan hubungan suami-istri saja, tetapi sudah merambat ke dewasa awal yang tanpa pernikahan bahkan remaja. Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian Kesehatan, (Kemenkes) pada Oktober 2013. Grafik tersebut memaparkan bahwa sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah .  20% dari 94.270  perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan  21%  diantaranya pernah melakukan aborsi.Lalu pada kasus terinfeksi HIV dalam rentang 3 bulan sebanyak 10.203 kasus, 30% penderitanya berusia remaja.

Adanya dampak dari perilaku seks yang tidak baik dan tidak sesuai menimbulkan penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas seks. Penyakit yang timbul tidak hanya HIV atau AIDS tetapi banyaknya hamil diluar nikah itu juga bagian dari dampak aktivitas seksual juga loh.
Seks behavior dalam psikologi kesehatan, tidak hanya membahas mengenai hubungan antar personal individu saja, tetapi membahas penggunaan alat kontrasepsi atau kondom, orientasi seksual, dll yang berhubungan dengan kesehatan fisik maupun psikis individual.

Tapi, disini kita mau liat, sejauh mana alat kontrasepsi ini berhubungan dengan psikologi kesehatan atau ilmu psikologi lainnya.

Kalian tau ngga sih? Alat Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran.

Eits, tapi disini, kita bukan bahas mengenai aktivitas seksualnya yang lebih mendalam, tetapi kita mau bahas dampak penggunaan alat kontrasepsi ini dalam ranah psikologi kesehatan. Emang nyambung ya? Alat kontrasepsi kan  salah satu alat yang diciptakan untuk mengindari pembuahan , dan psikologi kan lebih ke jiwa, emang nyambung??

Konsep Psikologi Kesehatan

Nah, mungkin kalian udah ada gambaran umum mengenai aktivitas seks secara biologis. Apasih hubungannya dengan psikologi?

Jadi teman-teman, dalam ranah psikologi kesehatan ini lebih kepada masalah interaksi. Maksudnya disini seks secara intrinsik merupakan interaksi di antara keduanya individu, dan pasti kita tau bahwa bidang psikologi mempelajari secara individu itu sendiri. Selain itu, penekanan baru-baru ini pada seks sebagai risiko terhadap kesehatan dan upaya yang dilakukan untuk menguji kompetensi individu dalam melindungi diri dari bahaya, mungkin telah menghasilkan model perilaku individualistis.

Dengan adanya dampak aktivitas seks seperti AIDS,HIV bahkan hamil diluar nikah membuat psikolog lebih menyoroti bagaimana hubungan atau interaksi individu dalam konteks hubungan (mis. interaksi antara individu) dan konteks sosial yang lebih luas (mis. makna sosial, norma sosial) ke individu (mis. keyakinan dan pengetahuan mereka).

Belum ada kesiapan untuk mengandung juga adalah salah satu dampak dari aktivitas seks sendiri. Kebanyakan orang yang melakukan aktivitas seks dan mengindari pembuahan terpaksa menggunakan alat kontrasepsi untuk tidak menimbulkan pembuahan. Dibalik itu, penggunakan alat kontrasepsi juga banyak yang tidak tau bagaimana dampaknya jika menggunakan dengan tidak tepat atau salah terhadap kesehatan.

Siapa sih biasanya yang menggunakan alat kontrasepsi akhir-akhir ini selain pasangan yang sudah menikah?

Ternyata Survei Nasional Sikap dan Gaya Hidup Seksual (Wellings et al. 1994) meneliti seks perilaku hampir 20.000 pria dan wanita di seluruh Inggris. Ini menghasilkan banyak data tentang faktor-faktor seperti usia hubungan seksual pertama, homoseksualitas, sikap terhadap perilaku seksual dan penggunaan kontrasepsi.  Hasilnya menunjukkan bahwa seseorang yang lebih muda adalah ketika mereka pertama berhubungan seks (baik pria atau wanita), semakin kecil kemungkinan mereka menggunakan kontrasepsi.

Menurut Lindmann Three-Stage Theory (Lindemann (1977)) menunjukkan bahwa kemungkinan seseorang menggunakan kontrasepsi meningkat ketika mereka berkembang melalui tiga tahap:
  1.          Tahap alami: pada tahap ini hubungan seksual relatif tidak terencana, dan individu tidak menganggap diri mereka sebagai seksual. Karena itu penggunaan kontrasepsi tidak mungkin.
  2.       Resep resep teman: pada tahap ini individu mencari saran kontrasepsi dari teman, hubungan seksual lebih sering dan kebanyakan kontrasepsi kurang efektif metode.
  3.     Tahap ahli: pada tahap ini, individu telah memasukkan seksualitas menjadi konsep diri mereka dan akan mencari saran profesional dan merencanakan penggunaan kontrasepsi

Tidak hanya faktor perkembangan saja, tetapi ada beberapa faktor yang mengakibatkan orang lebih sering menggunakan alat kontrasepsi. Seperti :

  • ·         Usia: bukti menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi wanita muda meningkat seiring bertambahnya usia (mis. Herold 1981).
  • ·         Jenis Kelamin: wanita tampaknya lebih cenderung menggunakan kontrasepsi daripada pria (mis. Whitley dan Schofield 1986).
  • ·         Etnisitas: beberapa bukti menunjukkan bahwa orang kulit putih lebih cenderung menggunakan kontrasepsi daripada kulit hitam (mis. Whitley dan Schofield 1986).
  • ·         Status sosial-ekonomi: ada bukti yang saling bertentangan mengenai hubungan di antaranya status sosial-ekonomi (SES) dan penggunaan kontrasepsi dengan beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan (mis. Hornick et al. 1979) dan lainnya yang menunjukkan tidak ada hubungan (mis. Herold 1981).
  • ·         Pendidikan: bukti menunjukkan bahwa kinerja sekolah lebih tinggi dan pendidikan lebih tinggi aspirasi dapat dikaitkan dengan penggunaan kontrasepsi (mis. Herold dan Samson 1980; Furstenburg et al. 1983).

Disisilain, pengambilan keputusan ini menganggap penggunaan kontrasepsi sebagai hasil dari analisis variabel yang relevan. Namun, mereka bervariasi sejauh mana mereka berusaha untuk menempatkan keadaan kognitif individu dalam konteks yang lebih luas, baik dari hubungan maupun dunia sosial.
Sheeran et al. (1991) berpendapat bahwa variabel yang berbeda ini berinteraksi untuk memprediksi penggunaan kontrasepsi. Mereka memasukkan faktor interpersonal dan situasional sebagai sarana untuk menempatkan kognisi individu dalam konteks hubungan dan dunia sosial yang lebih luas. Variabel-variabel ini dapat diterapkan secara individual atau alternatif dimasukkan ke dalam model. Secara khusus, model kognisi sosial menekankan kognisi tentang dunia sosial individu, khususnya mereka keyakinan normatif.

Jadi, dalam psikologi kesehatan meyoroti beberapa kesimpulan mengenai hubungan penggunaan alat konstrasepsi ataupun aktivitas seksual yang masih berkesinambungan dengan psikologi kesehatan, yaitu:

1)      Metodologi sebagai akses informasi, itu tidak mempengaruhi adanya hasil dari perilaku seks yang ada  Individu dapat dipelajari secara terpisah dari konteks sosial mereka. Ada psikolog sosial mempelajari proses seperti konformitas, dinamika kelompok, kepatuhan pada otoritas dan difusi tanggung jawab, yang semuanya menunjukkan bahwa individu berperilaku berbeda ketika mereka sendiri daripada ketika di hadapan orang lain dan juga menunjukkan sejauh mana dimana perilaku seseorang ditentukan oleh konteksnya. Namun, banyak penelitian psikologis terus memeriksa perilaku dan kepercayaan di luar konteks.

2)      Teori berasal dari data. Teori bukanlah data itu sendiri. Ini diasumsikan bahwa pada akhirnya kita akan mengembangkan cara terbaik untuk belajar seks, yang akan memungkinkan kita untuk memahami dan memprediksi perilaku seksual. Namun, mungkin pendekatannya berbeda dengan seks dapat memberi tahu kita sesuatu tentang cara kita melihat individu. Misalnya, berusaha menggabungkan interaksi antara individu ke dalam pemahaman tentang seks mungkin cara yang lebih baik untuk memahami seks, dan mungkin juga menunjukkan bahwa kita sekarang melihat individu sebagai interaktif. Selain itu, memeriksa konteks sosial juga dapat menyarankan hal itu model individu kita berubah dan kita melihat individu sebagai produk sosial.

KASUS
Z adalah dewasa awal berjenis kelamin laki-laki yang berusia 22 tahun. Z mempunyai kekasih 2 tahunl lebih muda dari Z. Z mengakui bahwa hubungannya dengan kekasih tidak hanya sebatas interaksi antar individu saja, tetapi sudah melakukan aktivitas seksual. Biasanya Z menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi, tetapi karena sudah terlalu sering, Z memutuskan untuk menyuruh pacarnya untuk melakukan KB agar tidak terjadi pembuahan secara cepat.
Dalam hubungan ini, Z mengakui bahwa kekasih perempuannya saja yang menggunakan alat kontrasepsi. Karena Z berpikir bahwa lingkungan sosialnya *teman sebaya* tidak menggunakan alat kontrasepsi dan biasanya memang perempuan saja yang memakai alat kontrasepsi.
Hal ini menjadi bukti bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan laki-laki.

Kesimpulan
Penggunaan alat kontrasepsi tidak hanya sebatas pencegahan untuk mencegah  pembuahan, tetapi kita harus mengetahui dampak yang terjadi.
Disisi lain, tenyata perkembangan individu mempengaruhi alasan mengapa individu harus menggunakan alat kontrasepsi. Tidak hanya perkembangannya saja, tetapi faktor lingkungan dan budaya mempengaruhi invidu menggunakan alat kontrasepsi.
Dalam psikologi kesehatan ini lebih melihat sebab mengapa individu menggunakan alat kontrasepsi dan faktor apa yang mempengaruhi individu untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Semoga dengan artikel ini dapat menambah wawasan teman-teman mengenai alat kontrasepsi yang ternyata berhubungan denga psikologi yaa.. Terimakasiih sudah membaca.

Lanjutkan dan sebar luaskan ya ilmunya J









Daftar Pustaka